Banyak diantara kita sudah awam (jarang mendengar) terhadap kata Khiyar padahal kegiatan itu sering dilakukan setiap kali seseorang melakukan jualbeli.
Khiyar dalam arti bahasa berasal dari akar kata: khara-yakhiru-khairan-wa khiyaratan ( خار – يخير – خيرا – وخيارة) yang sinonimnya: أعطاه ما هوخيرلهyang artinya” memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik baginya”.
Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh ‘aqidain (yang berakad) untuk memilih antara meneruskan akad atau membatalkan jualbeli dalam hal khiyar syarat dan khiyar aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam khiyar ta’yin.
Dengan kata lain khiyar ini hak pembeli untuk melanjutkan atau berhenti dalam kegiatan jual beli.
Dalam hal ini jumhur ulama’ berpendapat bahwa khiyar terbagi menjadi tiga, diantaranya:
- Khiyar Majelis
Menurut istilah khiyar majelis adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara‟ bagi setiap pihak yang melakukan transaksi, selama para pihak masih berada di tempat transaksi.
Khiyar majelis berlaku dalam berbagai macam jual beli, seperti jual beli makanan dengan makanan, akad pemesanan barang (salam), syirkah.[1]
Sabda Rasulullah SAW :
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا. رواه الشيخار
“Dua orang yang berjual beli boleh memilih (akan meneruskan jual beli mereka atau tidak) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).[2]
- Khiyar Syarat
Menurut Sayyid Sabiq khiyar syarat adalah suatu khiyar dimana seseorang membeli sesuatu dari pihak lain dengan ketentuan dia boleh melakukan khiyar pada masa atau waktu tertentu, walaupun waktu tersebut lama, apabila ia menghendaki maka ia bisa melangsungkan jual beli dan apabila ia mengendaki ia bisa membatalkannya.
Artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh salah seorang. Sabda Rasulullah SAW :
انت باالخيار في كل سلعة ابتعتها ثلاث ليال. رواه البيهقي وا بن ماجه
“Engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (Riwaya Baihaqi dan ibnu majah).[3]
- Khiyar Aib
Khiyar aib termasuk dalam jenis khiyar naqishah (berkurangnya nilai penawaran barang).
Khiyar aib berhubungan dengan ketiadaan kriteria yang diduga sebelumnya.
Khiyar aib merupakan hak pembatalan jual beli dan pengembalian barang akibat adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahui, baik aib itu ada pada waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum serah terima barang.
Yang mengakibatkan terjadinya khiyar disini adalah aib (kerusakan/kekurangan) yang mengakibatkan berkurangnya harga dan nilai bagi para pedagang dan orang-orang yang ahli dibidangnya.[4] Keterangannya adal ijma’.
Aisyah telah meriwayatkan, “ bahwasahnnya seorang laki-laki telah membeli budak, budak itu tinggal beberapa lama dengan dia, kemudian kedapatan bahwa budak itu ada cacatnya, lalu dia adukan perkaranya kepada Rasulullah SAW. Keputusan dari beliau, budak itu dikembalikan kepada si penjual.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmizi).[5]
Nota rujukan:
[1] Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟i Al-Muyassar, Terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz, “ Fiqih Imam Syafi’i”, Jakarta: Almahira, Cet. Ke-1, 2010, hal. 676.
[2] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal 286
[3] Ibid, hal 287
[4] Dimyauddin Djuwaini. op.cit. hlm. 98
[5] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal 288
Artikel ini dikirimkan oleh Fhandy Aryan, Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk perkongsian bersama pembaca
The post Pentingkah Khiyar? appeared first on AKU ISLAM.